MASYARAKAT MADANI DAN PERADABAN ISLAM
APA ITU MASYARAKAT MADANI? DAN SEPERTI APAKAH PERADABAN ISLAM?
Wacana dan praksis tentang civil society belakangan ini
semakin surut. Kecenderungan ini sedikit mengherankan karena dalam “transisi”
menuju demokrasi, seharusnya wacana dan praksis civil society semakin kuat,
bukan melemah. Alasannya, eksistensi civil society merupakan salah satu
diantara tiga prasyarat pokok yang sangat esensial bagi terwujudnya demokrasi.
Mewujudkan masyarakat madani adalah membangun kota budaya
bukan sekedar merevitalisasikan adab dan tradisi masyarakat local, tetapi lebih
dari itu adalah membangun masyarakat yang berbudaya agamis sesuai keyakinan
individu, masyarakat berbudaya yang saling cinta dan kasih yang menghargai
nilai-nilai kemanusiaan .
Ungkapan lisan dan tulisan tentang masyarakat madani
semakin marak akhir-akhir ini seiring dengan bergulirnya proses reformasi di
Indonesia. Proses ini ditandai dengan munculnya tuntutan kaum reformis untuk
mengganti Orde Baru yang berusaha mempertahankan tatanan masyarakat yang status
quo menjadi tatanan masyarakat yang madani.
Untuk mewujudkan masyarakat madani tidaklah semudah membalikan telapak tangan. namun, memerlukan proses panjang dan waktu serta menuntut komitmen masing-masing warga bangsa ini untuk mereformasi diri secara total dan konsisten dalam suatu perjuangan yang gigih.Selanjutnya, wacana tentang masyarakat madani oleh banyak bangsa dan masyarakat di negara berkembang, secara antusias ikut dikaji, dikembangkan, dan di eliminasi, sebgaimana realitas empiris yang dihadapi.
A. PENGERTIAN MASYARAKAT MADANI
Masyarakat
madani merupakan sistem yang subur dan menjamin prinsip moral dalam kehidupan
bermasyarakat dimana kebebasan individu dan stabilitas dalam masyarakat sangat
seimbang. Seorang ahli filsafat
mengungkapkan bahwa masyarakat madani bisa juga diartikan sebagai masyarakat
beradab dalam memaknai kehidupan ini. Asal
muasal kata Madani berasal dari Bahasa Inggris yang berarti berada atau
berbudaya. Istilah
masyarakat sipil diambil dari terjemahan masyarakat madani itu sendiri yang
artinya masyarakat yang beradab.
v Pengertian
masyarakat madani menurut para ahli
-
Mun’im
Pengertian masyarakat
madani adalah gagasan nyata di berbagai tatanan sosial untuk menyelaraskan
berbagai macam konflik kepentingan baik dari kepentingan individu, masyarakat,
maupun negara.
-
Hefner
Pengertian masyarakat
madani yaitu masyarakat yang memiliki ciri khas demokratis dalam
berinteraksi di tengah kehidupan bermasyarakat yang heterogen. Dalam kondisi ini, masyarakat madani diharapkan
bisa mengorganisir dirinya sendiri untuk menumbuhkan kesadaran mewujudkan
peradaban sehingga mampu berpartisipasi mengatasi kondisi global yang kompleks dan penuh
persaingan.
-
Mahasin
Pengertian masyarakat
madani atau Civil Society atau Civilization yang artinya peradaban
merupakan komunitas atau sekelompok masyarakat kota yang sudah memiliki
peradaban maju.
-
Munawir
Pengertian masyarakat
madani bukan hanya berasal dari Bahasa Inggris tetapi diambil juga dari
pengertian dalam Bahasa Arab yang artinya mendiami, membangun, atau tinggal
yang kemudian berubah menjadi madaniy yang berarti orang kota, orang sipil, dan
beradab.
A. CIRI-CIRI DAN KARAKTER MASYARAKAT MADANI
Secara
umum ciri-ciri masyarakat madani adalah hidup mandiri, memiliki rasa toleransi
yang tinggi, berpartisipasi aktif dalam segala pembentukan kebijakan publik,
bekerja sama secara sukarela, menjunjung tinggi nilia-nilai keadilan dan
kejujuran, mengakui dan menghargai perbedaan, memiliki integritas nasional yang
kokoh, menjunjung tinggi HAM dan supremasi hukum serta terbuka dan
transparan.
Dari
keseluruhan ciri-ciri masyarakat madani tersebut, setidaknya terdapat lima poin
penting yang patut digarisbawahi yaitu:
1) Partisipasi
rakyat
Rakyat
dalam sebuah masyarakat madani tidak bergantung secara penuh terhadap negara,
tetapi ia berupaya untuk meningkatkan kualitas hidup dan dirinya secara
mandiri.
2) Otonom
Masyarakat
sipil atau masyarakat madani diartikan sebagai masyarakat yang berupaya
memenuhi kebutuhannya sendiri, selalu mengembangkan daya kreatifitas untuk
memperoleh kebahagiaan dan memenuhi tuntutan hidup secara bebas dan mandiri,
dengan tetap mengacu pada perundangan dan hukum yang berlaku.
3) Tidak
bebas nilai
Masyarakat
madani sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan agar hal-hal yang
dikerjakan selalu berada dalam jalur kebajikan dan menghasilan dampak positif
yang dirinya (masyarakat) secara umum.
4) Menjunjung
tinggi rasa saling menghargai, menghormati, dan menerima segala bentuk
perbedaan sehingga dalam kedamaian sosial yang dibangun terpancar
keindahan ragam perbedaan yang memperkaya budaya dan menjadi nilai lebih yang
positif. Masyarakat madani harus meletakkan permasalahan di atas perbedaan
sehingga tidak ditemui pertikaian antar kelompok yang berbau SARA.
5) Terwujud
dalam badan organisasi yang rapi dan modern dalam upaya penciptaan
hubungan stabil antar elemen masyarakat
B.
SEJARAH PEMIKIRAN MASYARAKAT MADANI
Berbagai upaya dilakukan dalam mewujudkan masyarkat madani,
baik yang berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Untuk yang berjangka
pendek, dilaksanakan dengan memilih dan menempatkan pemimpin-pemimpin yang dapat dipercaya
(credible), dapat diterima (acceptable), dan dapat memimpin (capable).
Jika dicari akar sejarahnya, maka dapat dilihat bahwa
dalam masyarakat Yunani kuno masalah ini sudah mengemuka. Rahardjo
(1997) menyatakan bahwa istilah civil society sudah ada sejak zaman sebelum
masehi. Orang yang pertama kali yang mencetuskan istilah civil society ialah
Cicero (106-43 SM), sebagai orator Yunani kuno. Civil society
menurut Cicero ialah suatu komunitas politik yang beradab seperti yang
dicontohkan oleh masyakat kota yang memiliki kode hukum sendiri. Dengan konsep civil society (kewargaan) dan urbanity
(budaya kota), maka kota dipahami bukan hanya sekerdar konsentrasi penduduk,
melainkan juga sebagai pusat peradaban dan kebudayaan.
Istilah masyarakat madani selain mengacu pada konsep civil
society, juga berdasarkan pada konsep negara-kota Madinah yang dibangun Nabi
Muhammad SAW pada tahun 622M. Masyarakat madani juga mengacu pada konsep
tamadhun (masyarakat yang beradaban) yang diperkenalkan oleh Ibn Khaldun, dan
konsep Al Madinah al fadhilah (Madinah sebagai Negara Utama) yang diungkapkan
oleh filsuf Al Farabi pada abad pertengahan (Rahardjo seperti yang dikutip
Nurhadi, 1999).
Menurut Dr. Ahmad Hatta, peneliti pada Lembaga Pengembangan
Pesantren dan Studi Islam, Al Haramain, Piagam Madinah adalah dokumen penting
yang membuktikan betapa sangat majunya masyarakat yang dibangun kala itu, di
samping juga memberikan penegasan mengenai kejelasan hukum dan konstitusi
sebuah masyarakat. Bahkan, dengan menyetir pendapat Hamidullah (First Written
Constitutions in the World, Lahore, 1958), Piagam Madinah ini adalah konstitusi
tertulis pertama dalam sejarah manusia. Konstitusi ini secara mencengangkan
telah mengatur apa yang sekarang orang ributkan tentang hak-hak sipil (civil
rights), atau lebih dikenal dengan hak asasi manusia (HAM), jauh sebelum
Deklarasi Kemerdekaan Amerika (American Declaration of Independence, 1997),
Revolusi Prancis (1789), dan Deklarasi Universal PBB tentang HAM (1948)
dikumandangkan.
Sementara itu konsep masyarakat madani, atau dalam
khazanah Barat dikenal sebagai civil society (masyarakat sipil), muncul pada
masa pencerahan (Renaissance) di Eropa melalui pemikiran John Locke (abad
ke-18) dan Emmanuel Kant (abad ke-19). Sebagai sebuah konsep, civil society
berasal dari proses sejarah panjang masyarakat Barat yang biasanya
dipersandingkan dengan konsepsi tentang state (negara). Dalam tradisi Eropa
abad ke-18, pengertian masyarakat sipil ini dianggap sama dengan negara (the
state), yakni suatu kelompok atau kesatuan yang ingin mendominasi kelompok
lain.
Barulah
pada paruh kedua abad ke-18, terminologi ini mengalami pergeseran makna. Negara
dan masyarakat madani kemudian dimengerti sebagai dua buah entitas yang
berbeda. Bahkan kemudian, Kant menempatkan masyarakat madani dan negara dalam
kedudukan yang berlawanan, yang kemudian dikembangkan oleh Hegel, menurutnya
masyarakat madani merupakan subordinatif dari negara.
Adapun
tokoh yang pertama kali menggagas istilah civil society ini adalah Adam
Ferguson dalam bukunya ”Sebuah Esai tentang Sejarah Masyarakat Sipil (’An Essay
on The History of Civil Society’)” yang terbit tahun 1773 di Skotlandia.
Ferguson menekankan masyarakat madani pada visi etis kehidupan bermasyarakat.
Pemahamannya ini digunakan untuk mengantisipasi perubahan sosial yang
diakibatkan oleh revolusi industri, dan munculnya kapitalisme, serta
mencoloknya perbedaan antara individu
C.
Peran Islam dalam Mewujudkan Masyarakat
Madani
Peranan
islam dalam mewujudkan masyarakat yang madani sangat beragam bentuknya. Dalam
konteks masyarakat Indonesia, dimana umat islam adalah mayoritas, peranan umat
islam dalam mewujudkan masyarakat madani sangat benar-benar menentukan kondisi
masyarakat Indonesia, sangat tergantung pada konstribusi yang diberikan oleh
umat islam di nusantara. Peranan umat islam itu dapat direalisasikan melalui
jalur hukum, sosial-politik, ekonomi dan masih banyak lainnya di negara
Indonesia, memberikan ruang untuk menyalurkan aspirasinya secara konstruktif
bagi kepentingan bangsa secara keseluruhan.
Permasalahan
pokok yang masih menjadi kendala saat ini adalah kemampuan, eksistensi dan
konsistensi umat islam di Indonesia terhadap karakter dasarnya untuk
mengimplementasikan ajaran islam dalam kehidupan beragama, berbangsa dan
bernegara melalui jalur-jalur yang telah disediakan. Sekalipun umat islam
secara kuantitatif adalah mayoritas, tetapi secara kulitatif masih rendah
sehingga perlu ada pembaharuan dan pemberdayaan secara sistematis dan efisien.
Hal itu dapat dilihat dari fenomena-fenomena sosial yang sangatlah bertentangan
dengan ajaran islam, seperti angka kriminalitas yang masih sangatlah tinggi,
korupsi yang telah menjadi budaya di seluruh sektor kepemerintahan, kurangnya
rasa aman dan nyaman di negara sendiri, krisis kepercayaan antara masyarakat
dengan pemerintah dan lain sebagainya. Bila umat islam sudah benar-benar
mencerminkan sikap hidup yang islami dan memiliki ketebalan iman yang cukup,
pastinya bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kuat dan sejahtera.
Peranan
umat islam di Indonesia untuk mewujudkan masyarakat madani sangat diperlukan
dikarenakan umat islam merupakan masyarakat mayoritas. Untuk mewujudkan harus
ada upaya–upaya yang perlu dilakukan yaitu:
·
Keniscayaan peranan umat islam
Umat Islam adalah umat yang diberikan oleh
Allah di antara pemeluk agama yang lainnya. Umat islam memiiki aturan hidup
yang sempurna dan sesuai dengan fitrah hidupnya. Dalam konteks masyarakat
Indonesia, dimana umat islam adalah mayoritas maka sudah sangat pasti peranan
umat islam sangat menentukan.
·
Keniscayaan sistem ekonomi dan
kesejahteraan umat
Sistem ekonomi islam menggunakan prinsip ekonomi yang diasaskan dan dibatasi
oleh ajaran islam. Dimana dalam Al-Qur’an dan Hadits dipelajari adanya motif
laba (profit) dalam kegiatan ekonomi, namun terbatasi oleh syarat-syarat moral
kehidupan. Kehidupan sosial dan pembatasan pada setiap diri masyarakat. Islam
mengharamkan riba, tipu daya, pemaksaan dan eksploitasi berlebihan dan mudarat.
Islam lebih mengedepankan ekonomi pasar untuk mengembangkan harta. Sebab harta
bukan saja untuk kesejahteraan pribadi tetapi juga melihat kesejahteraan sosial
dalam kehidupan bermasyarakat.
·
Zakat dan wakaf sebagai instrumen
kesejahteraan umat
Dalam ajaran islam ada dua dimensi hubungan yang harus dipelihara yaitu
hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia lain dalam kehidupan
bermasyarakat, kedua hubungan ini harus berjalan seimbang dan penuh dengan
aturan.
Dengan terlaksanakannya hubungan tersebut maka
manusia akan sejahtera baik dunia maupun akhirat. Untuk mencapai tujuan itu,
maka diadakan zakat, sedekah, infaq, hibah dan wakaf. Dengan pengelolaan zakat
dan wakaf dengan baik maka akan terwujud masyarakat madani yaitu masyarakat
akan sejahtera sosial ekonomi.
Berikut adalah prinsip
masyarakat madani yang terkandung dalam Al-Qur’an dan AL-Hadits:
1.
Keadilan
Dalam
islam sudah diterangkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits tentang aspek kehidupan
dalam bermasyarakat.
2.
Supremasi Hukum
Pentingnya
berlaku adil karena sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa-apa yang kita
kerjakan.
3.
Persamaan
Saling menghargai dan menghormati karena umat manusia harus bersatu walaupun
berbeda-beda.
4.
Pluralisme (kemajemukan)
Bersikap
toleran yang tinggi dan saling menghormati.
5.
Pengawasan social
Keterbukaan
sebagai konsekuensi logis dari pandangan positif dan optimis terhadap sesama
manusia.
Komentar
Posting Komentar