ISLAM DAN GLOBALISASI

 HUBUNGAN ANTARA ISLAM DAN GLOBALISASI



Terma globalisasi bukan istilah yang asing bagi telinga, dikarenakan istilah ini sering digunakan dalam berbagai aspek; politik, ekonomi, dan budaya. meskipun istilah globalisasi begitu populer, tetapi kita tetap kesulitan untuk mendefiniskannya. Hal ini dikarenakan istilah ini mengandung makna yang saling terkait dengan berbagai bidang, baik ekonomi, sosial budaya, politik, dan ideologi (Ibrahim Abu Rabi, 2000:10). Globalisasi merupakan sebuah fenomena perubahan yang tidak mungkin dihindari dan dicegah. Perkembangan teknologi informasi begitu cepat, semenjak teknologi satelit dan interet ditemukan, jagat raya ini menjadi bagai sebuah desa kecil. Satu biji jarum jatuh di salah satu belahan dunia, maka belahan dunia lain akan dapat segera mengetahuinya . Beranjak dari kenyaataan diatas, maka masih relevan rasayanya kita bertanya: Apa hakikat sebenarnya dari globalisasi? Apakah islam mengenal konsep globalisasi? Bagaimana cara menjaga identitas muslim dalam menghadapi gempuran arus globalisasi?  

Hakikat Globalisasi 

Istilah globalization pertama kali terdengar di Amerika, pada saat itu arti globalization adalah menjadikan sesuatu menyebar secara menyeluruh (Hans peter Martin, 2003:20). Amerika sangat getol mempromosikan istilah ini kesuluruh dunia. Tidak berlebihan, kalau kita menuruh curiga terhadap propaganda ini. Biasanya, apabila sebuah negara memperkenlakna suatu ajaran atau gaya hidup tertentu, pasti negara tersebut menginginkan agar gaya amerika bisa diterima dan ditiru oleh seluruh dunia (Alqardhawi, 2000:6). Globalisasi adalah terjemah dari bahsa inngris globalization. Dalam bahasa arab dikenl dengan istilah alaulamah.(Ada istilah lain yang hampir mirip dengan kata alaulamah, yaitu alalamiyah .(Meskipun berdasar dari suku kata yang sama, alaulamah dan alaamiyah punya makna yang berbeda (Rafiq, 2007:6). Alalamiyah secara bebas bisa diartikan sebagai globalitas islam atau globalisasi islam, maksudnya, ajaran islam bersifat global dan universal. Hal ini bisa dilihat dalam firman Allah surat al-anbiya ayat 107. (dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam).
Terdapat perbedaan yang sangat jauh antara konsep globalisasi yang dipuplerkan oleh amaerika dan barat, dengan konsep globalitas yang dijarkan islam. Ajaran globalitas berpijak atas asas: Pertama, menjaga kemulian semua manusia, hal ini sesua dengan firman Allah dalam surta al-isra ayat 70: "dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam)" 
Kedua, persamaan hak dan kewajiban diantara semua manusia, sebagai anak adam dan hamba allah. Asas ini tergambar dengan jelas dalam khutbah wada’ Rasulullah SAW: "Wahai manusia, ketahuilah sesungguhnya tuhanmu itu satu, dan moyangmu juga satu. Tidak ada yang membedakan antara orang arab dan non-arab, antara orang negro dan bukan, kecuali dengan ketakwaan. 
Globalisasi hari ini, tidak lain dari bentuk pemaksaan kehendak barat dan hegemoni politik, ekonomi sosial budaya terhadap negara timur atau negara ketiga. Amerika sebagai penguasa sains dan teknologi, serta kekuatan militer yang tangguh , mengklaim dirinya sebagai penguasa dunia. Meminjam istilah Al-jabiri, globalisasi adalah amerikanisasi dunia (Al-jabiri, 1997: 15). Interaksi antar umat yang terkandung dalam ajaran globalisasi adalah ibarat hubungan antara tuan dengan budak, raksasa dengan kurcaci,bukan interaksi antara seorang saudara dengan saudaranya yang lain. Maka tidak heran, bila mereka saling memangsa satu sama lainnya. Globalisasi dewasa ini adalah istilah lain dari westernisasi, dan kedok dari imperialisme gaya baru. Amerika sadar, gaya lama sudah tidak bisa diterpakan untuk menjajah negara-negara berkembang. Maka, diciptakanlah jargon baru yang manis supaya diterima semua kalangan. Globalisasi sekarang juga bermakna pemaksaan budaya barat atas budaya lain. Pola pikir barat yang materialistik dan pragmatis dijual ke seluruh dunia. Dalam budaya barat, pornografi, homoseksual, hamil di luar nikah bukan sebuah kesalahan. Ajaran ini tentu saja bertentangan dengan hampir semua agama samawi, bahkan bertentangan dengan akal sehat manusia.

Bentuk-bentuk globalisasi dan pengaruhnya terhadap identitas muslim 

• Globalisasi politik 

Fenomena globalisasi ini terlihat pada usaha untuk menjadikan semua kekuatan di dunia ini di bawah satu blok, Amerika. Sebelum uni Soviet runtuh, dunia memiliki dua blok yang berbeda, blok Amerika dan blok Soviet. Dengan ada dua kekuatan seperti ini, memberikan peluang kepada negara-negara kecil lain untuk memihak ke salah satu blok, atau memilih untuk menjadi negara non-blok. Secara tidak langsung dengan adanya dua blok yang berbeda memberikan keuntungan tersendiri bagi negara-negara kecil. Ketika kedua blok ini saling bersaing untuk menunjukkan dirinya yang terkuat, hal ini memberikan peluang kepada negara kecil untuk menarik nafas sambil melihat persaingan di antara kedua blok besar ini. Bahaya dari globalisasi politik ini mulai terlihat, ketika blok Soviet runtuh. Amerika menjadi satu-satunya blok besar di jagat raya ini. Amerika bisa melakukan semua kepentingan politiknya tanpa ada yang mampu melawannya. Lihat saja, ketika perang teluk terjadi, Saddam hussein menginvasi Kuwait berdasarkan bisikan halus dari Amerika. Namun, ketika perang terjadi, Amerika justru berpihak kepada Kuwait. Bagi yang jeli melihat tingkah Amerika,dapat dengan mudah berkesimpulan bahwa Amerika punya agenda kepentingan dibalik konflik teluk. Siapa pun yang kalah atau menang dari perang tersebut, Amerika tetap menangguk keuntungan. Keuntungan pertama, Amerika bisa menguji senjata baru mereka di atas negara islam dan dibiayai oleh umat islam sendiri (Kuwait). Secara global, perang teluk ini juga menguntungkan anak emas Amerika, Israel. Perang ini menjadikan kekutan negara Arab terpecah dan buyar, sehingga negara Arab lupa terhadap invansi Israel atas Palestina. Keuntungan lainnya bagi Amerika, perang teluk menjadi arena pertama Amerika untuk show of power setelah blok Soviet kalah. Perang ini seolah pembuktian bahwa Amerika telah sah menjadi negara super power. Fenomena terbaru dari globalisasi politik ini, bisa dilihat ketika Arab Saudi dan beberapa negara teluk mengembargo Qatar, setelah Presiden Amerika Donald Trump mengunjungi Saudi. Amerika memanas-manasi Saudi,dan siap membantu Saudi menghadapi Qatar. Namun, ketika eskalasi perang urat saraf antara negara teluk ini meningkat, Amerika justru menarik diri, berakting seolah tidak pernah tahu dan terlibat. Sikap Amerika ini ternyata terjadi ketika Qatar setuju untuk membeli senjata baru dari Amerika. Bukan Amerika namanya kalau tidak bermain dua kaki, satu di Saudi dan satu di Qatar. Sama seperti konflik teluk sebelumnya, Amerika tetap mengambil untung dari dua sisi yang bertikai. Ringkasnya, globalisasi politik merupakan usaha untuk menjadikan seluruh kekuatan dan potensi negara-negara lain untuk kepentingan politik global Amerika. 

• Globalisasi ekonomi 

Salah satu bentuk globalisasi yang menyita perhatian publik adalah isu globalisasi ekonomi. Banyak peneliti yang menulis tentang isu ini. Tentu saja penulis ini menulis tentang globalisasi dari perspektif mereka dan dipengaruhi oleh background keyakinan dan kebudayaannya. Diantara mereka ada yang menggambarkan globalisasi sebagai ekonomi pasar yang memberikan kebebasan untuk trading lintas benua. Ada juga yang menyatakan bahwa globalisasi adalah privatisasi, yaitu sebuah usaha yang memberikan kesempatan kepada perusahaan swasta untuk menguasai dan membangun perusahaan yang berhubungan dengan publik. Dan ada juga yang mengaitkan globalisasi dengan kebebasan untuk mendirikan pabrik di berbagai negara, tanpa mengenal batas teritorial. Tidak ketinggalan pula peneliti yang membahas tentang pengaruh globalisasi terhadap negara-negara berkembang. Banyaknya perspektif yang berkembang mengenai globalisasi ekonomi menunjukkan bahwa isu ini sangat penting. Hal ini dikarenakan karena globalisasi di bidang ini sangat berpengaruh untuk kehidupan politik, sosial, dan budaya. Bahaya globalisasi ekonomi terletak pada prinsip-prinsip ekonomi yang terselubung di dalamnya. Prinsip ekonomi yang diajarkan oleh globalisasi tidak berasaskan keadilan dan jauh dari norma akhlak, yang kuat memangsa yang lemah. Bukti nyata dari bahaya globalisasi ini dapat dilihat dari pendirian pabrik-pabrik perusahaan Barat di negara berkembang. Pabrik tersebut pada dasarnya dilarang dibangun di negara asalnya, karena berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan penduduknya. Tapi, demi keuntungan maka negara maju mencari tempat pendirian pabrik yang jauh dari rakyatnya, tidak peduli pabrik mereka akan merusak jutaan orang lain (Alfura, 2004:25). Tidak hanya sebatas pabrik berbahaya, di negara berkembang kita akan sangat mudah menemukan obat-obatan yang belum boleh dijual di negara asalnya. Obat-obat yang masih sedang diteliti -kelayakan konsumsi dan efek sampingnya terhadap manusia- bisa dijual bebas di negara ketiga. Penduduk negara berkembang menjadi kelinci percobaan terhadap obatobatan jenis baru. Setali tiga uang dengan obat-obatan, di negara berkembang nikotin bisa dengan mudah dijual. Perusahaan rokok menjadi salah satu pemilik kekayaan terbesar. Di negara maju, konsumsi nikotin dan pendirian pabrik rokok diatur ketat dalam undang-undang. Maka tak heran, bila banyak dari perusahaan rokok asing mendirikan usahanya di negara ketiga. Negara-negara kapitalis pengusung mazhab globalisasi ekonomi tidak segan-segan menempuh berbagai cara untuk mendapatkan untung sebanyak-banyaknya. Berbagai macam iklan dan propaganda diciptakan untuk menjual produk mereka ke negara ketiga yang mayoritasnya beragama islam. Ironisnya, umat islam dengan mudah melahap semua propaganda tersebut, sehingga mereka pun menjadi sangat konsumtif dan membelanjakan hartanya secara berlebih-lebihan. Hal ini, tentu saja sangat jauh dari nilai yang ditanamkan dalam islam. Islam dengan tegas melarang sesuatu yang berlebih-lebihan. Akibat dari iklan masif dari produk barat, bisa dilihat dengan nyata di lapangan. Hampir tidak ada negara yang tidak punya cabang KFC, McDonald, dan berbagai merek dagang barat lainnya. Amerika berhasil menanamkan -melalu iklan- ke dalam pikiran muda-mudi islam, bahwa makan di restoran franchise Amerika tersebut memberikan prestise tersendiri. Maka tak heran, bila banyak umat islam lebih rela antre di KFC daripada membeli ayam goreng dari restoran tetangganya yang muslim. Globalisasi menjadikan negara miskin semakin miskin. Negara berkembang tidak diberikan kesempatan untuk maju dan berdikari. Negara maju secara halus memaksa negara berkembang untuk terus bergantung kepadanya. Negara berkembang terpaksa mengekspor bahan mentah untuk diolah di negara maju, kemudian dijual kembali ke negara berkembang dengan harga berkali lipat. Ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi di tahun 1998 akibat ulah spekulan pasar modal yahudi, George Soros, Indonesia dipaksa berutang kepada IMF. Lucunya, untuk bisa memperoleh utang dari IMF, Indonesia harus menutup pabrik kedirgantaraannya yang sedang menciptakan pesawat terbang. Barat tidak rela apabila ada negara berkembang mampu menciptakan teknologi yang menyaingi Boing, karena hal ini akan menggagu kepentingan ekonomi globalnya. Negara-negara berkembang dikondisikan supaya terus berhutang kepada negara maju. Sudah mmenjadi rahasia umum, semakin besar utang sebuah negara, semakin mudah negara tersebut dikendalikan. Tak heran, bila kita melihat negara-negara berkembang hanya bisa diam membisu ketika negara adi kuasa bertindak semena-mena terhadap negara lain. 

• Globalisasi Kebudayaan 

Globalisasi budaya merupakan istilah lain dari upaya pemaksaan budaya negara penguasa atas negara lemah. Ringkasnya, pemaksaan budaya Amerika untuk diadopsi oleh selurah bangsa lain di jagat raya. Pemaksaan ini dilakukan secara halus dan terselubung, menggunakan alat canggih, sehingga korban tidak merasa terpaksa. Media massa, mulai dari koran, tv, hingga internet, menjadi alat yang ampuh untuk menyebarkan budaya dan gaya hidup barat (Ali, 2001:18). Agar globalisasi kebudayaan Barat diterima oleh bangsa lain, maka mereka tidak melakukannya secara frontal. Mereka masuk melalui berbagai pintu yang tidak terduga. Seperti melalui perubahan kebiasaan masyarakat dalam hal makan, minum, dan berpakaian. Metode selanjutnya mengubah perabot rumah tangga. Selanjutnya mengubah sikap dan perilaku antar anggota keluarga, atau tata cara pergaulan dalam keluarga, dan seterusnya. Setelah setahun atau lebih, korban telah terbiasa dan masuk dalam kebudayaan mereka tanpa disadari sama sekali. Ketika sistem kehidupan dan pola pikir Amerika datang, maka masyarakat kita telah siap menerimanya. Sebab memang telah dipersiapkan sebelumnya melalui berbagai cara dan metode yang tidak mencurigakan (Al-ijtima, 2002:14). Adapun budaya yang ingin dipasarkan oleh negara barat antara lain: Budaya pornografi, yang membolehkan seseorang untuk telanjang di depan umum. Lukisan dan foto telanjang tidak boleh dilarang, karena hal itu merupakan pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi. Budaya seksual menyimpang yang membolehkan hubungan pranikah antara lelaki dan perempuan, bahkan hubungan sesama jenis. Diantara bentuk globalisasi, globalisasi kebudayaan merupakan bentuk yang paling berbahaya. Karena bentuk ini, mengancam identitas dan pola pikir muslim. Identitas pertama yang terancam adalah identitas berbahasa. Bahasa Arab, yang merupakan bahasa Alquran, semakin terpinggirkan. Sebagai gantinya, bahasa inggris tersebar begitu cepat dan luas. Di negara Arab sekalipun, dengan mudah kita menemukan orang berbicara dengan bahasa inggris atau prancis, meskipun sesama orang arab. Bukan itu saja, bahasa arab juga mendapat ancaman dari bahasa arab itu sendiri, dimana bahasa arab slang mampu mengalahkan bahasa arab resmi. Dampaknya, akan melahirkan generasi islam yang berbahasa arab tapi tidak mampu memahami kandungan alquran, bahkan tidak mampu membacanya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TERNYATA SEPERTI INI PERAN PONDOK PESANTREN DALAM PENYEBARAN AGAMA ISLAM